
Battikpost, Bandar Lampung – Ramadhan adalah tamu agung yang datang hanya sekali dalam setahun. Sejak hari pertama, kita disambut dengan limpahan rahmat dan kesempatan untuk memperbaiki diri. Namun, seperti semua perjalanan, Ramadhan juga memiliki akhirnya. Kini, kita telah memasuki 10 hari terakhir—fase paling istimewa yang Rasulullah SAW ajarkan untuk kita manfaatkan sebaik mungkin.
Di malam-malam ini, terbuka peluang emas yang mungkin tidak akan kita temui lagi di tahun depan. Ada pintu ampunan yang terbuka lebar, ada keberkahan yang lebih besar dari seribu bulan, dan ada kesempatan untuk memperbaiki segala kekurangan. Rasulullah SAW tidak menyia-nyiakan momen ini. Beliau semakin bersungguh-sungguh dalam ibadah, menghidupkan malam dengan doa dan dzikir, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat.
Pertanyaannya, apakah kita akan mengikuti jejak beliau atau membiarkan malam-malam terakhir ini berlalu tanpa makna? Ramadan akan pergi, tetapi apakah kita akan keluar darinya sebagai pribadi yang lebih baik?
Meneladani Amalan Rasulullah SAW di 10 Hari Terakhir Ramadan
Salah satu amalan utama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah i’tikaf, yaitu berdiam diri di masjid untuk fokus beribadah. Aisyah RA meriwayatkan:
“Rasulullah SAW selalu beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadan hingga beliau wafat. Setelah itu, istri-istri beliau pun melakukannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
I’tikaf mengajarkan kita untuk meninggalkan kesibukan dunia dan lebih banyak merenungi hubungan kita dengan Allah. Jika tidak bisa beri’tikaf penuh, kita tetap bisa menghidupkan ibadah di rumah dengan mengurangi gangguan duniawi dan lebih banyak berdzikir serta membaca Al-Qur’an.
Selain itu, salat malam (Qiyamullail) menjadi kebiasaan utama Rasulullah SAW di 10 malam terakhir. Aisyah RA berkata:
“Ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadan, Rasulullah SAW menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah), membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh, dan mengencangkan ikat pinggangnya (menjauhi istri dan lebih fokus beribadah).” (HR. Bukhari & Muslim)
Keistimewaan 10 malam terakhir semakin besar karena adanya Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda:
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan.” (HR. Bukhari & Muslim)
Pada malam yang penuh berkah ini, Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk memperbanyak doa berikut:
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.”
(Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku.) (HR. Tirmidzi)
Di samping ibadah spiritual, Rasulullah SAW juga semakin memperbanyak sedekah. Dalam hadis, Ibnu Abbas RA menggambarkan kedermawanan beliau:
“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan di bulan Ramadan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadan, lalu mengajarkan Al-Qur’an kepadanya. Rasulullah SAW saat itu lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin yang berembus.” (HR. Bukhari & Muslim)
Selain itu, beliau juga semakin menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat, lebih banyak berdiam diri dalam refleksi, dan menahan diri dari hubungan suami istri selama i’tikaf sebagai bentuk pengabdian penuh kepada Allah.
Kesimpulan: Momen Terakhir yang Tak Boleh Disia-siakan
10 hari terakhir Ramadan bukan sekadar penutup bulan suci, melainkan kesempatan emas untuk meraih ampunan dan keberkahan. Ini adalah waktu di mana kita bisa memohon agar dosa-dosa kita dihapuskan, hati kita diperbaiki, dan doa-doa kita dikabulkan.
Ramadan akan segera pergi. Pertanyaannya, apakah kita akan keluar darinya sebagai pribadi yang lebih baik? Rasulullah SAW telah memberi teladan, kini giliran kita untuk mengikuti jejaknya. Jangan biarkan malam-malam berharga ini berlalu begitu saja—karena mungkin ini adalah Ramadan terakhir kita. (Red/Ess)
Baca Juga Terbaru
