
Battikpost.site ,Jakarta, – Era eksploitasi ojol dengan kedok “kemitraan” tampaknya segera berakhir. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan bahwa pengemudi ojek online (ojol) dan kurir digital akan diakui sebagai pekerja penuh, bukan sekadar mitra tanpa perlindungan hukum.
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, hasil kajian dari berbagai universitas mengonfirmasi bahwa 90% indikator menunjukkan ojol adalah pekerja, bukan mitra.
Eksploitasi Berkedok Kemitraan
Indah menegaskan bahwa skema kerja yang selama ini diterapkan perusahaan aplikasi menunjukkan adanya hubungan atasan-bawahan. Salah satu buktinya adalah pemotongan pendapatan driver oleh perusahaan.
“Toh ada aturan yang mewajibkan potongan pendapatan, jadi jelas mereka bukan mitra sejajar, melainkan pekerja di bawah pengusaha,” tegas Indah dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/2).
Perubahan status ini bukan tanpa dasar. Singapura, Inggris, Kanada, Spanyol, Belanda, dan Uni Eropa sudah lebih dulu menetapkan pengemudi transportasi online sebagai pekerja penuh. Bahkan, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) kini tengah membahas status pekerja gig economy hingga 2027 dan telah mengakui bahwa driver ojol seharusnya bukan mitra, tetapi pekerja dengan hak jelas.
Tiga Hak Ojol yang Selama Ini Terabaikan
Kemnaker menyoroti tiga tuntutan utama driver ojol yang selama ini diabaikan oleh perusahaan aplikasi:
1. Jam Kerja dan Cuti – Driver ojol tidak memiliki batas jam kerja yang wajar, bahkan perempuan yang sedang haid pun tidak mendapat cuti.
2. Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Para pengemudi meminta jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan yang seharusnya ditanggung perusahaan, bukan hanya dibebankan kepada mereka sendiri.
3. Hak Tambahan – Seperti tunjangan hari raya, pesangon, dan batas usia kerja yang lebih jelas.
Regulasi Siap, Tapi Terhambat Kepentingan
ebagai langkah konkret, Kemnaker telah merancang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) untuk perlindungan driver ojol. Namun, aturan ini masih tertahan dalam proses harmonisasi lintas kementerian, seperti Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Hukum, dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Aturan ini sudah final di kami, tapi harmonisasi dengan kementerian lain masih berat. Butuh dukungan agar regulasi ini segera berlaku,” ungkap Indah.
Jika kebijakan ini resmi diterapkan, jutaan driver ojol di Indonesia akhirnya akan mendapatkan hak yang selama ini dirampas oleh sistem kemitraan semu. Pertanyaannya: Apakah perusahaan aplikator siap bertanggung jawab, atau justru mencari celah untuk menghindari kewajiban?
Kita tunggu perkembangan selanjutnya (**)
sumber : DetikFinance