
Penutupan jalan CFD di Jalan Gatot Subroto dekat rumah dinas Wali Kota Bandar Lampung kembali memicu protes warga. Mereka menilai penutupan jalan CFD mengganggu aktivitas akhir pekan, menyebabkan kemacetan panjang, serta memunculkan alih-arus yang dinilai semrawut dan tidak efektif.
Dampak Penutupan Jalan CFD terhadap Pengguna Jalan
Bandar Lampung, Battikpost.site — Pemerintah Kota Bandar Lampung terus menggelar CFD di Jalan Gatot Subroto. Selain itu, pemerintah melaksanakannya setiap Sabtu dan Minggu. Kebijakan itu memunculkan kritik warga. Mereka menilai penutupan jalan CFD tersebut tidak mempertimbangkan aktivitas pengguna jalan pada akhir pekan.
CFD berlangsung sejak pukul 06.00 hingga 10.00. Selain itu, petugas menutup total sebagian ruas Jalan Gatot Subroto. Penutupan itu memicu kemacetan hingga 200 meter. Warga mengeluhkan alih-arus yang justru memperburuk kondisi jalan alternatif.
Dari arah Garuntang, petugas mengalihkan seluruh kendaraan ke Jalan Perintis. Selain itu, pengendara harus melintasi jalur rel kereta api yang kerap padat. Kondisi itu dianggap tidak sepenuhnya aman.
“Ini tadi jam 08.40 macet panjang karena kendaraan dialihkan ke jalan Perintis lewat rel KA, bang,” ungkap salah satu warga, Sabtu (22/11/2025).
Sementara itu, kendaraan dari arah Jalan Sudirman digiring menuju Jalan Sonokeling. Jalur itu juga melewati rel kereta dengan struktur jalan bergelombang dan sempit. Selain itu, kapasitas jalannya tidak sebanding dengan volume kendaraan akhir pekan. Akibatnya, banyak pengendara kesal dan mempertanyakan kebijakan penutupan jalan CFD tersebut.
Warga menegaskan bahwa mereka tidak menolak CFD. Namun, mereka meminta pemerintah mempertimbangkan kepentingan publik yang lebih luas.
Baca Juga Terbaru
“Kalau bisa Sabtu gak usah bang, masyarakat lain saya yakin banyak juga yang keganggu. Kalau Minggu ok-ok saja,” ujar warga lainnya.
Dengan demikian, keluhan warga semakin menguat. Mereka berharap pemerintah memahami persepsi masyarakat tentang ketidaknyamanan yang muncul akibat penutupan jalan CFD di lokasi tersebut.
Kritik Penempatan Lokasi CFD
CFD untuk Siapa?
Kritik datang dari berbagai kelompok masyarakat. Mereka menilai lokasi CFD yang berada dekat rumah dinas Wali Kota terkesan tidak objektif. Selain itu, penempatan itu dianggap mengutamakan area sekitar pejabat dibanding mempertimbangkan kebutuhan publik.
Banyak warga tetap beraktivitas pada hari Sabtu. Mereka bekerja, berdagang, mengantar anak sekolah, serta melakukan kegiatan rutin lainnya. Oleh karena itu, penutupan jalan CFD pada hari kerja sebagian warga menyebabkan gangguan signifikan terhadap mobilitas masyarakat.
Di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, dan Jakarta, pemerintah menggelar CFD hanya pada hari Minggu. Selain itu, hari Minggu dipilih karena aktivitas warga lebih longgar. Namun, Kota Bandar Lampung menggelar CFD selama dua hari berturut-turut di jalur protokol. Pilihan itu menimbulkan pertanyaan terkait urgensi dan efektivitas kebijakan tersebut.
Kritik juga muncul terkait lemahnya kajian rekayasa lalu lintas. Warga menilai penutupan total tanpa solusi memadai menunjukkan minimnya empati birokrasi terhadap warga yang membutuhkan akses jalan untuk kegiatan produktif. Selain itu, ketidaktepatan waktu pelaksanaan CFD menambah beban sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Desakan Evaluasi Kebijakan CFD
Pemerintah Diminta Tidak Mengabaikan Keluhan Warga
Berbagai organisasi masyarakat menyoroti kebijakan ini. Mereka menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan CFD. Tujuan CFD sebenarnya baik. Pemerintah ingin mengurangi polusi, menyediakan ruang olahraga publik, serta membangun kesadaran lingkungan. Namun, implementasi tanpa pertimbangan menyeluruh memunculkan masalah baru.
Selain itu, mereka meminta pemerintah kota bersikap transparan dalam menentukan lokasi CFD. Warga menilai pemerintah perlu menjelaskan alasan utama penempatan CFD di Jalan Gatot Subroto. Mereka mempertanyakan apakah keputusan itu berdasar kajian ruang publik atau hanya kedekatan dengan pusat kekuasaan.
Ruang publik seharusnya inklusif. Namun, banyak warga merasa kebijakan CFD justru membebani masyarakat. Mereka menilai pemerintah kurang mendengar suara pengguna jalan yang paling terdampak oleh penutupan tersebut.
Selain itu, warga berharap Pemkot Bandar Lampung tidak bersikap defensif. Mereka meminta pemerintah membuka ruang evaluasi secara terbuka. CFD tetap bisa berjalan. Namun, pemerintah perlu menyesuaikan jadwal dan lokasi dengan kebutuhan publik yang lebih relevan.
Pada akhirnya, warga berharap kebijakan tersebut benar-benar adil sejak tahap perencanaan. Mereka ingin CFD menciptakan kenyamanan bersama. Oleh karena itu, pemerintah perlu menghindari keputusan yang justru menambah kemacetan dan keluhan masyarakat. Selain itu, pemerintah perlu memastikan kebijakan publik tidak menguntungkan sebagian pihak saja.
Dengan demikian, protes masyarakat terhadap penutupan jalan CFD memperlihatkan perlunya perubahan kebijakan. Warga berharap pemerintah segera merespons situasi ini dengan langkah yang tepat. Selain itu, mereka ingin pemerintah mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan, serta mobilitas pengguna jalan.
Kesimpulan: CFD Perlu Penataan Ulang
Penutupan jalan CFD dekat rumah dinas Wali Kota menimbulkan beragam keluhan warga. Selain itu, masyarakat menilai penutupan jalan CFD tersebut tidak mempertimbangkan kondisi sosial serta kebutuhan pengguna jalan. Akibatnya, kemacetan, alih-arus semrawut, dan ketidaknyamanan muncul setiap akhir pekan.
Baca Juga Berita Populer
Pada akhirnya, masyarakat menuntut pemerintah melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif. Mereka meminta pemerintah menata ulang jadwal dan lokasi CFD. Dengan demikian, pemerintah dapat menciptakan kegiatan CFD yang lebih inklusif dan bermanfaat bagi semua pihak. (Red).
