News
Shadow

Pemotongan PKH di Batu Agung Terungkap dari Pengakuan Warga

Dugaan pemotongan PKH di Desa Batu Agung, Kecamatan Merbau Mataram, kembali mencuat setelah sejumlah KPM mengungkap pola penguasaan ATM dan pemotongan dana bantuan. Warga menilai praktik itu merugikan mereka, sementara pengurus dan pemerintah desa belum memberikan penjelasan memadai.


Kesaksian Warga Menguatkan Dugaan Pemotongan PKH

Lampung Selatan, Battikpost.site — Sejumlah warga Batu Agung mulai menyampaikan keterangan secara terbuka. Selain itu, mereka mengungkap pola pemotongan PKH yang mereka alami pada setiap pencairan. Mereka menyebut praktik itu berlangsung lama dan terjadi secara berulang. Selanjutnya, warga mengaku tidak memahami alasan pemotongan tersebut.

Seorang KPM menuturkan bahwa pengurus kelompok memotong dana bantuan dengan nominal bervariasi pada setiap pencairan. Ia menegaskan bahwa jumlah pemotongan berbeda-beda, namun tetap merugikan warga. Selain itu, ia menyebut bahwa pemotongan itu menjadi kebiasaan yang terus berlangsung.

Bahkan, seorang penerima bantuan mengaku menerima Rp2.300.000 namun kehilangan Rp115.000 pada saat pencairan. Ia menjelaskan bahwa pemotongan itu diklaim sebagai biaya administrasi.

“Dapatnya itu 2.300.000, dipotong 115 ribu. Katanya 10 ribu untuk beriling. Sisanya untuk Bu Puji,” ujar seorang KPM.

Ia kemudian menambahkan bahwa pola pemotongan itu tidak hanya menimpa dirinya.

“Bukan saya satu-dua orang saja. Banyak yang ngomong begitu. Kalau dikali banyak orang, jumlahnya besar,” katanya.

Dengan demikian, kesaksian warga memperlihatkan pola pemotongan yang berjalan sistematis. Selain itu, laporan serupa muncul dari beberapa KPM lain. Mereka menyebut bahwa pemotongan terjadi serentak pada momen pencairan yang sama.

Seorang warga lain menegaskan bahwa pemotongan menyasar banyak orang.
Ia berkata, Iya, dipotong semua.”


Pengurus Diduga Menguasai ATM dan PIN Warga

Sementara itu, persoalan lain muncul dari pengakuan warga terkait penguasaan kartu ATM PKH oleh pengurus. Selain itu, banyak KPM tidak mengetahui kode PIN mereka sendiri. Akibatnya, warga tidak bisa mengakses bantuan tanpa perantara.

Seorang KPM menyampaikan bahwa pengurus selalu mengambil ATM menjelang pencairan. Ia menjelaskan bahwa warga hanya menerima uang tunai usai pencairan tanpa mengetahui proses secara langsung.

“Setiap mau pencairan, kartu ATM diambil pengurus. Kami tinggal terima uangnya saja. PIN-nya pun mereka yang tahu. Saya pribadi nggak pernah tahu PIN saya,” ujarnya.

Kemudian, warga mulai mempertanyakan praktik ini setelah melihat desa lain yang memperbolehkan KPM mencairkan bantuan mandiri. Seorang warga berkomentar,
Di desa lain bisa sendiri-sendiri, kok di sini mesti diambilin.”

Selain itu, temuan lapangan menunjukkan sedikitnya lima KPM mengalami pemotongan serupa pada pencairan terakhir. Dengan demikian, dugaan penyimpangan semakin kuat.


Media Tegaskan Seluruh Kesaksian Resmi dan Terdokumentasi

Tim media yang turun ke lokasi menyatakan bahwa setiap keterangan berasal langsung dari KPM. Selain itu, tim memastikan proses pengambilan data berlangsung terbuka. Selanjutnya, semua pernyataan direkam dan diverifikasi ulang sebelum dipublikasikan.

Tim media juga menegaskan bahwa mereka siap mengambil langkah hukum apabila ada pihak yang mengubah kesaksian secara sepihak. Langkah itu dilakukan untuk mencegah manipulasi informasi di kemudian hari. Dengan demikian, publik memperoleh data yang akurat dan terverifikasi.


Pernyataan Kades Wahyudi Menimbulkan Pertanyaan Publik

Kepala Desa Batu Agung, Wahyudi, sebelumnya memberikan pernyataan yang menimbulkan kritik dari masyarakat. Ia berkata:

“Itu kan ada pengurus masing-masing. Kalau soal itu saya nggak tahu menahu.”

Selain itu, pernyataan tersebut menimbulkan keraguan publik karena beberapa alasan. Data kemiskinan berasal dari desa. Selanjutnya, proses usulan dan validasi KPM melewati aparat desa. Selain itu, kepala desa wajib memahami kondisi warganya, terutama mereka yang termasuk kelompok rentan.

Karena itu, publik menilai bahwa ketidaktahuan tersebut tidak selaras dengan tugas dan fungsi pemerintah desa. Di sisi lain, warga menganggap pernyataan itu sebagai upaya menghindari tanggung jawab.


PMD Lampung Selatan Tegaskan Kades Wajib Mengawasi PKH

Kepala Dinas PMD Lampung Selatan, Erdiansyah, S.H., M.M., memberikan penegasan penting terkait pengawasan PKH. Ia berkata:

“Ya, agar kades bisa lebih memantau pembagian PKH dan koordinasi dengan pendamping PKH.”

Dengan demikian, pemerintah desa wajib aktif memastikan penyaluran PKH berjalan tepat sasaran. Selain itu, kepala desa memiliki kewajiban mengawasi proses pencairan. Selanjutnya, koordinasi dengan pendamping PKH menjadi instruksi struktural yang harus dijalankan.

Pernyataan ini sekaligus memperkuat keraguan publik terhadap pernyataan kades sebelumnya. Oleh karena itu, warga menilai bahwa dugaan pembiaran tidak bisa diabaikan.


Aparat Diminta Bertindak karena Ada Potensi Pidana

Selain itu, sejumlah pihak menilai bahwa praktik pemotongan PKH dan penguasaan ATM termasuk tindakan yang berpotensi pidana. Dengan demikian, aparat penegak hukum diminta turun ke lapangan.

Selanjutnya, dasar hukum yang dapat menjerat pelaku antara lain:

1. UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001

  • Penyalahgunaan wewenang dan korupsi dana bantuan.
  • Ancaman 4–20 tahun penjara.

2. Pasal 372 KUHP – Penggelapan

  • Menguasai harta orang lain.
  • Ancaman hingga 4 tahun penjara.

3. Pasal 374 KUHP – Penggelapan dalam Jabatan

  • Ancaman lebih berat dari pasal 372.

4. Permensos No. 1 Tahun 2018 tentang PKH

  • Penyaluran wajib tanpa potongan.
  • Penguasaan ATM dan PIN oleh pihak lain termasuk pelanggaran.

Dengan demikian, dugaan pemotongan PKH tidak sekadar pelanggaran administrasi. Selain itu, tindakan tersebut dapat berujung proses hukum, bahkan pidana korupsi dan penggelapan. (Rls/Red).