News
Shadow

Korupsi Proyek Tol Terpeka Lampung: Negara Merugi Rp66 Miliar, Dua Pegawai Waskita Karya Jadi Tersangka

Battikpost, Bandar Lampung – Dugaan korupsi pada proyek strategis nasional kembali mencuat ke permukaan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan dua pegawai PT Waskita Karya sebagai tersangka dalam perkara korupsi pembangunan ruas tol Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (Tol Terpeka). Nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp66 miliar.

Penetapan status hukum dilakukan pada Senin malam (21/4/2025) setelah tim penyidik memeriksa 47 saksi. Mereka yang dijerat adalah TG alias TWT, Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan Divisi 5 PT Waskita Karya, serta WM alias WDD, kasir di divisi yang sama.

Dalam pernyataan resmi, Asisten Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menjelaskan bahwa kedua tersangka diduga melakukan manipulasi laporan pertanggungjawaban proyek dengan menggunakan nama vendor fiktif maupun pihak ketiga yang identitasnya dipinjam. Praktik ini bertujuan mencairkan anggaran atas pekerjaan yang sejatinya tidak pernah terlaksana di lapangan.

Proyek yang bermasalah tersebut mencakup pembangunan jalan tol sepanjang 12 kilometer, dari KM 100+200 hingga KM 112+200, dengan total nilai kontrak sebesar Rp1,23 triliun. Pekerjaan konstruksi dimulai pada April 2017 dan diserahterimakan secara resmi pada November 2019, dalam kontrak kerja sama antara PT Waskita Karya dan PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC).

BACA JUGA:

Modus yang digunakan tidak hanya menunjukkan kecanggihan dalam rekayasa administratif, tetapi juga mengindikasikan lemahnya pengawasan terhadap tata kelola keuangan dalam proyek infrastruktur besar. Dokumen tagihan yang direkayasa menjadi alat untuk mencairkan dana publik dengan dalih pelaksanaan pekerjaan yang tak pernah ada.

Keduanya kini ditahan di Rumah Tahanan Way Hui selama 20 hari ke depan guna memperlancar proses penyidikan lanjutan. Dari hasil penyelidikan sementara, sejumlah saksi telah mengembalikan dana ke kas negara dengan total Rp2 miliar, termasuk Rp400 juta yang disetorkan baru-baru ini.

Kejati Lampung menegaskan bahwa penyidikan belum berhenti pada dua tersangka ini. Penelusuran aliran dana serta kemungkinan adanya aktor lain di balik rekayasa sistemik tersebut masih terus dilakukan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa integritas dan transparansi hanya akan menambah daftar panjang proyek infrastruktur yang ternoda korupsi. Negara bukan sekadar dirugikan secara nominal, tetapi juga kehilangan kepercayaan publik terhadap tata kelola pembangunan.(**)