News
Shadow

Proyek Revitalisasi SDN 2 Mulyosari Diduga Tak Sesuai Aturan Swakelola

Pelaksanaan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan di SDN 2 Mulyosari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, diduga tidak mengikuti mekanisme swakelola sesuai ketentuan. Proyek senilai Rp1.017.310.274 dari APBN Tahun Anggaran 2025 itu kini menuai sorotan publik karena banyak kejanggalan dalam pelaksanaannya.


Lampung Selatan, Battikpost.site — Tim media melakukan penelusuran langsung ke lokasi proyek revitalisasi SDN 2 Mulyosari. Hasil pengamatan menunjukkan, kegiatan pembangunan yang seharusnya dilaksanakan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) ternyata dikendalikan langsung oleh kepala sekolah.

Selain itu, pekerja di lapangan mengaku tidak berhubungan dengan panitia P2SP. Mereka justru berinteraksi langsung dengan kepala sekolah dalam hal pembayaran dan pengadaan bahan bangunan. Dengan demikian, pola kerja tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa mekanisme swakelola tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Seorang kepala tukang yang ditemui di area proyek mengungkapkan bahwa seluruh pekerja menerima upah langsung dari kepala sekolah.

Kami digaji langsung sama kepala sekolah Bu Fir. Bahan bangunan juga dari kepala sekolah semua,” ujarnya singkat saat ditemui di area proyek.

Pernyataan tersebut memperkuat dugaan bahwa kepala sekolah mengambil alih peran panitia dalam pelaksanaan proyek. Padahal, berdasarkan aturan, kepala sekolah hanya berfungsi sebagai penanggung jawab umum, bukan pelaksana teknis kegiatan.


Minim Pengawasan dan K3 Diabaikan

Selanjutnya, tim media menemukan fakta lain di lapangan. Sebagian besar pekerja tidak mengenakan perlengkapan keselamatan kerja atau K3, seperti helm, rompi keselamatan, dan sepatu pelindung. Kondisi itu tentu membahayakan keselamatan para pekerja.

Tim juga tidak menemukan adanya daftar absensi pekerja maupun dokumentasi tertulis mengenai pembagian tugas panitia. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, kepala tukang di lokasi tidak mengetahui secara pasti siapa saja anggota panitia P2SP yang seharusnya bertanggung jawab di lapangan.

Dengan demikian, pelaksanaan proyek tampak berjalan tanpa sistem administrasi yang tertib dan transparan. Situasi ini dapat memicu permasalahan hukum jika ditemukan penyimpangan penggunaan dana bantuan pemerintah.

Selain itu, absennya pengawasan dari pihak terkait menimbulkan pertanyaan serius mengenai peran Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan. Sebagai institusi pembina, dinas seharusnya memastikan seluruh kegiatan swakelola mengikuti ketentuan Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 serta Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021.


Dugaan Pelanggaran Mekanisme Swakelola

Berdasarkan petunjuk teknis, mekanisme swakelola menempatkan kepala sekolah sebagai penanggung jawab kegiatan, sementara pelaksanaan teknis harus dilakukan oleh panitia P2SP secara kolektif. Namun, praktik di lapangan menunjukkan sebaliknya. Fungsi panitia tampak tidak berjalan, bahkan cenderung hanya menjadi formalitas administrasi.

Dengan demikian, struktur pelaksana proyek tidak sesuai prinsip swakelola. Apabila dana dikelola langsung oleh kepala sekolah tanpa pelibatan panitia, maka mekanisme pengawasan dan akuntabilitas publik berpotensi hilang.

Kondisi itu berisiko menimbulkan pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Selain itu, jika pelaksanaan proyek tidak mengikuti petunjuk teknis, maka hasil pekerjaan pun bisa menurun dari sisi kualitas dan ketahanan bangunan.

Oleh karena itu, keterlibatan penuh panitia P2SP menjadi penting untuk menjamin pelaksanaan proyek secara terbuka dan sesuai aturan. Pemerintah juga harus memastikan sistem swakelola tetap berjalan agar tidak disalahgunakan oleh oknum tertentu.


Sikap Kepala Sekolah dan Upaya Konfirmasi

Tim media berupaya meminta klarifikasi kepada kepala sekolah SDN 2 Mulyosari terkait dugaan pelanggaran tersebut. Namun, hingga kini kepala sekolah belum memberikan tanggapan resmi. Permintaan konfirmasi yang dikirim melalui pesan singkat juga tidak dijawab.

Tindakan tersebut menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang berharap transparansi dari pejabat publik, terlebih dalam pengelolaan dana bantuan pemerintah. Sebagai penerima tanggung jawab proyek bernilai miliaran rupiah, kepala sekolah semestinya terbuka terhadap permintaan informasi dari publik.

Sementara itu, redaksi masih berupaya menghubungi Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan serta Inspektorat Daerah untuk memperoleh penjelasan resmi. Kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan dana APBN di satuan pendidikan.


Konteks dan Dampak bagi Dunia Pendidikan

Program revitalisasi sekolah sejatinya bertujuan meningkatkan mutu sarana dan prasarana pendidikan. Pemerintah pusat mengalokasikan dana besar melalui APBN agar proses belajar mengajar di sekolah dasar semakin nyaman dan representatif. Namun, keberhasilan program itu bergantung pada integritas pelaksana di lapangan.

Jika proyek semacam ini dikelola tanpa mengikuti mekanisme swakelola, maka potensi penyalahgunaan dana sangat besar. Selain itu, ketidaktertiban administrasi dapat menghambat audit keuangan dan menimbulkan sanksi administratif bagi pihak sekolah.

Di sisi lain, pelaksanaan proyek tanpa memperhatikan K3 juga mengancam keselamatan pekerja. Kecelakaan kerja di proyek pendidikan bukan hanya mengganggu pembangunan, tetapi juga mencoreng reputasi dunia pendidikan yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap aturan.

Karena itu, semua pihak terkait harus memperkuat pengawasan agar pelaksanaan program revitalisasi sekolah berjalan sesuai ketentuan. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan keterbukaan informasi publik perlu menjadi prioritas utama setiap satuan pendidikan penerima bantuan pemerintah.


Penegakan Aturan dan Harapan Publik

Masyarakat berharap pemerintah daerah segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini. Inspektorat Daerah Lampung Selatan memiliki peran penting dalam memastikan setiap rupiah dana APBN digunakan sesuai prosedur.

Dengan demikian, penegakan aturan tidak hanya menjaga integritas proyek, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan. Kepala sekolah dan panitia pelaksana harus menunjukkan tanggung jawab moral dan administratif agar program revitalisasi benar-benar memberi manfaat bagi siswa.

Akhirnya, keberhasilan revitalisasi sekolah tidak diukur dari besar kecilnya anggaran, melainkan dari komitmen terhadap transparansi dan tata kelola yang baik. Tanpa hal itu, tujuan peningkatan mutu pendidikan hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna nyata. (Tim).