
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah II-B meminta Pemerintah Provinsi Lampung merancang program Kartu Indonesia Pintar Daerah (KIPDa). Program ini bertujuan memperluas akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu. Usulan tersebut muncul karena angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Lampung masih tergolong rendah.
APK Pendidikan Tinggi Lampung Masih Rendah
Bandar Lampung, Battikpost.site — Ketua APTISI Wilayah II-B Lampung, Firmansyah Y Alfian, menegaskan bahwa APK pendidikan tinggi di Lampung baru mencapai sekitar 22 persen. Artinya, dari seluruh lulusan SMA atau sederajat, hanya seperlima yang melanjutkan kuliah. Kondisi ini menempatkan Lampung di jajaran provinsi dengan tingkat APK terendah di Indonesia.
“Pendidikan tinggi adalah kunci masa depan. Karena itu, dibutuhkan kebijakan afirmatif seperti KIPDa agar anak-anak dari keluarga tidak mampu tetap memiliki kesempatan melanjutkan kuliah,” kata Firmansyah, Jumat (26/9/2025).
Menurut Firmansyah, rendahnya APK tidak hanya disebabkan keterbatasan daya tampung perguruan tinggi. Kondisi sosial-ekonomi masyarakat juga menjadi faktor utama. Oleh karena itu, APTISI mengusulkan skema kolaborasi antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi swasta (PTS) dalam hal pendanaan.
Kolaborasi Pemerintah Daerah dan PTS
Firmansyah mencontohkan bentuk kolaborasi yang mungkin dilakukan. Menurutnya, pemerintah daerah dan yayasan PTS bisa berbagi tanggung jawab membiayai kuliah mahasiswa. Dengan demikian, beban mahasiswa akan lebih ringan dan akses pendidikan tinggi semakin terbuka.
“Contohnya, biaya kuliah bisa ditanggung bersama antara pemerintah daerah dan yayasan PTS. Ini bentuk nyata sinergi lintas sektor sekaligus meringankan beban mahasiswa,” jelasnya.
Selain itu, Firmansyah menilai kontribusi lebih dari 70 PTS di Lampung sudah besar dalam membuka akses pendidikan. Namun, PTS masih menghadapi tantangan. Salah satunya keterbatasan sumber daya dan jumlah mahasiswa baru.
Peran PTS dalam Pemerataan Pendidikan
Firmansyah menjelaskan bahwa dari total APK 22 persen, sekitar 10 persen mahasiswa masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Sementara itu, 12–13 persen memilih PTS. Akan tetapi, jumlah mahasiswa baru tersebut tersebar di banyak kampus.
Akibatnya, rata-rata tiap kampus hanya menerima sekitar 200 mahasiswa baru. Bahkan, ada beberapa kampus yang menerima kurang dari 30 mahasiswa baru.
“Dari total APK 22 persen, sekitar 10 persen masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN), sedangkan 12–13 persen ke PTS. Namun, jumlah itu tersebar di banyak kampus, sehingga rata-rata tiap kampus hanya menerima 200 mahasiswa baru, bahkan ada yang kurang dari 30 mahasiswa,” ujarnya.
Firmansyah menekankan pentingnya memandang PTS sebagai mitra strategis dalam pembangunan sumber daya manusia daerah. Menurutnya, PTS bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian penting yang perlu diperkuat melalui program KIPDa.
Perlu Dukungan Kabupaten dan Kota
Selain melibatkan Pemprov Lampung, APTISI juga berharap program KIPDa berjalan hingga ke tingkat kabupaten dan kota. Dengan begitu, manfaatnya langsung dirasakan masyarakat di berbagai wilayah.
“Jika program ini dijalankan bersama, manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat dan selaras dengan semangat pemerataan pendidikan,” imbuhnya.
Menurut APTISI, kebijakan pendidikan tinggi selama ini lebih banyak berfokus pada PTN. Padahal, PTN maupun PTS sama-sama memiliki peran penting dalam mencetak generasi unggul.
“Setiap institusi punya perannya. Dengan kolaborasi, cita-cita membangun SDM Lampung yang maju dan inklusif bukanlah hal mustahil,” pungkas Firmansyah, yang juga mantan Rektor IIB Darmajaya itu.
Pentingnya Pemerataan Akses Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam mendorong mobilitas sosial masyarakat. Oleh karena itu, akses kuliah yang merata menjadi kebutuhan mendesak. Selain itu, pemerataan pendidikan juga berkontribusi langsung pada kualitas sumber daya manusia di daerah.
Di sisi lain, keterbatasan biaya kerap menjadi penghalang utama bagi keluarga kurang mampu. Dengan adanya program afirmatif seperti KIPDa, hambatan itu bisa teratasi. Program ini sekaligus dapat meningkatkan angka partisipasi masyarakat Lampung di dunia pendidikan tinggi.
Selanjutnya, kolaborasi lintas sektor akan menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif. Pemerintah, PTS, dan masyarakat bisa bergerak bersama untuk mewujudkan Lampung yang berdaya saing.
Akhirnya, usulan APTISI mengenai KIPDa membuka harapan baru bagi pemerataan pendidikan tinggi. Jika dijalankan, kebijakan ini tidak hanya memperkuat PTS, tetapi juga mendorong peningkatan kualitas SDM Lampung secara menyeluruh. (**).
