News
Shadow

Ahli Teknik Bantah Isu Material Jalan Lematang Tak Standar

Ahli teknik membantah isu penggunaan material Jalan Lematang yang dianggap tidak standar. Mereka menilai tudingan itu tidak akurat dan tidak melalui verifikasi teknis. Selain itu, mereka menegaskan bahwa proyek masih berjalan dan seluruh material mengikuti standar konstruksi nasional.


Klarifikasi Ahli Konstruksi Soal Material Jalan

Lampung Selatan, Battikpost.site — Kalangan ahli konstruksi langsung menanggapi isu terkait material Jalan Lematang karena isu itu berkembang di ruang publik. Selain itu, mereka menilai pemberitaan awal tidak mencerminkan proses verifikasi yang benar. Mereka juga menegaskan bahwa penilaian kualitas material harus mengacu pada standar teknis resmi.

Ahli konstruksi dari pihak perusahaan menyampaikan bahwa seluruh material pondasi badan jalan telah mengikuti standar nasional. Selain itu, mereka menyebut bahwa batu agregat dan komponen lain berada dalam batas spesifikasi. Mereka merujuk pada SNI 03-1968-1990 dan SNI 03-4814-1998. Selain itu, mereka mengacu pada regulasi Permen PUPR 14/2020 tentang standar konstruksi.

Mutu material tidak bisa ditentukan hanya dengan melihat dari jauh. Harus ada uji laboratorium sebelum menuduh ketidaksesuaian spesifikasi,” ujar ahli konstruksi pihak perusahaan yang terlibat dalam proses audit mutu proyek tersebut, Minggu (16/11/2025).

Menurut mereka, tudingan penggunaan material yang tidak standar seharusnya tidak muncul tanpa dasar kuat. Selain itu, mereka menilai tudingan itu keliru karena tidak disertai data uji gradasi. Kemudian, mereka juga menegaskan bahwa tidak ada hasil uji abrasi atau kepadatan material yang mendukung klaim tersebut. Dengan demikian, mereka menyatakan bahwa isu itu tidak memiliki pijakan metodologis.

Selanjutnya, mereka menilai bahwa publik perlu memahami alur penilaian teknis. Selain itu, mereka berharap masyarakat memakai data laboratorium saat menilai mutu konstruksi. Dengan demikian, proses pengawasan dapat berjalan objektif.


Pemahaman Retak Beton Perlu Mengikuti Konteks Teknis

Kritik terkait retak pada permukaan beton juga mencuat. Namun, para ahli menilai kritik itu tidak memperhatikan tahapan pekerjaan lapangan. Selain itu, mereka menekankan bahwa pengecoran beton memiliki fase penyusutan alami.

Retakan kecil atau hair crack sering muncul pada fase curing. Oleh karena itu, mereka menyebut fenomena itu wajar. Selain itu, mereka menyatakan bahwa retakan itu tidak menandai kegagalan struktur.

Setiap retakan langsung ditangani. Beton belum masuk tahap finishing. Menilai kualitasnya sekarang sama saja menilai rumah saat tukangnya masih bekerja,” katanya.

Selain itu, mereka menyampaikan bahwa penanganan cepat justru membuktikan fungsi pengendalian mutu berjalan baik. Mereka mengaitkan hal itu dengan SNI 2847:2019 tentang struktur beton. Dengan demikian, mereka menyimpulkan bahwa tidak ada indikasi cacat struktur.

Kemudian, mereka menjelaskan bahwa pengawasan beton melibatkan banyak tahap. Selain itu, pekerja lapangan selalu menerapkan prosedur pencegahan agar retakan tidak berkembang. Dengan demikian, mereka memastikan bahwa standar pekerjaan tetap terjaga.


Jalan Lematang Masih Ditutup dan Belum Layak Fungsi

Sampai hari ini, Jalan Lematang masih dalam tahap konstruksi. Selain itu, jalan itu belum dapat dilalui karena seluruh tahapan masih berlangsung. Penutupan itu mengikuti ketentuan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas.

Selain itu, mereka menjelaskan bahwa fasilitas jalan wajib ditutup saat belum layak fungsi. Dengan demikian, penilaian publik yang muncul sebelum proyek selesai dianggap prematur.

Di lapangan, jalan memang tertutup total. Selain itu, pekerja masih memperkuat struktur bagian badan jalan. Kemudian, pengawas lapangan terus memeriksa dan memperbaiki permukaan sebelum seluruh proses finalisasi dimulai.

Proyek belum selesai. Jalan belum diuji beban dan belum masuk fase finalisasi. Baru setelah semua tahapan tuntas, jalan dibuka,” kata seorang pengawas lapangan.

Selain itu, mereka menjelaskan bahwa uji beban membutuhkan kondisi struktur yang sepenuhnya stabil. Oleh karena itu, mereka meminta publik tidak memberi penilaian sebelum tahap akhir. Dengan demikian, mereka berharap publik menunggu hasil pengujian resmi.


Pelaksana Proyek Mengaku Terbuka, Namun Menolak Opini Sepihak

Pihak pelaksana tetap menerima kritik publik. Namun, mereka menilai pemberitaan awal lebih mengarah pada opini. Selain itu, mereka menilai informasi itu belum diverifikasi kepada pihak teknis.

Menurut ahli hukum konstruksi, kewajiban verifikasi tercantum jelas dalam UU 40/1999 tentang Pers. Selain itu, Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa berita harus akurat dan berimbang.

Kritik itu sehat, tapi harus berbasis data. Bukan asumsi visual dari luar garis proyek,” ujarnya.

Selain itu, para pelaksana mengajak warga menyampaikan masukan melalui jalur resmi. Mereka menyebut bahwa pengawas lapangan dapat menerima laporan teknis. Kemudian, mereka menambahkan bahwa konsultan supervisi dan Pejabat Pembuat Komitmen juga selalu terbuka. Dengan demikian, proses klarifikasi dapat berjalan benar.

Selanjutnya, mereka berharap publik tidak mengandalkan pengamatan visual. Selain itu, mereka menilai bahwa informasi teknis membutuhkan bukti laboratorium. Dengan demikian, mereka ingin mendorong literasi konstruksi yang lebih baik.


Kesimpulan: Penilaian Harus Berdasarkan Data Objektif

Pada akhirnya, staf ahli konstruksi perusahaan menegaskan bahwa seluruh tudingan tentang penggunaan material tidak sesuai spesifikasi tidak relevan. Selain itu, mereka menilai tudingan itu tidak memenuhi standar penilaian konstruksi.

Proyek masih berlangsung dan masih tertutup total. Selain itu, seluruh proses pengendalian mutu masih berjalan. Dengan demikian, mereka menyatakan bahwa penilaian akhir hanya dapat dilakukan setelah proyek selesai dan diuji kelayakannya.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, data menjadi dasar utama. Selain itu, mereka mengingatkan bahwa opini tanpa bukti dapat menyesatkan publik. Dengan demikian, mereka berharap masyarakat menunggu hasil resmi sebelum menarik kesimpulan. (Red).